Ketua Sako GPP Aceh, Andika Novriadi (Foto : Ist)
UPTUAL–Situasi kian memanas pasca keputusan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang menetapkan empat pulau di wilayah Kabupaten Aceh Singkil sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Keputusan ini memicu gelombang penolakan dari berbagai elemen masyarakat Aceh.
Berbagai suara penentangan muncul dari tokoh masyarakat, politisi, akademisi, hingga aktivis, dengan satu suara: menolak pencaplokan dan mempertahankan kedaulatan wilayah Aceh. Keempat pulau tersebut Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang—dinilai memiliki ikatan sejarah dan kultural kuat dengan Aceh Singkil.
Isu ini juga menjadi perhatian serius dalam Rapat Koordinasi Gerakan Pramuka Pesantren (GPP) Aceh dalam agenda persiapan Lomba Perkemahan Pramuka Pesantren (LP3) Se-Sumatera 2025, yang digelar di Banda Aceh pada Kamis, (13/06/2025).
Pada kegiatan LP3 tahun 2023 lalu, Aceh Singkil menjadi tuan rumah sukses dengan kehadiran tokoh nasional Ustaz Abdul Somad, dan pelaksanaan wisata kepulauan di Pulau Banyak yang memukau ratusan santri dan pembina. Kesan mendalam dari panorama alam dan pola kegiatan saat itu memicu semangat untuk menggelar kegiatan lanjutan bertajuk Rover Scout Se-Sumatera.
Ketua GPP Aceh, Andika Novriadi Cibro, yang juga putra asli Aceh Singkil, menegaskan bahwa Aceh tidak boleh diam. Dalam forum rapat, sejumlah pembina dari berbagai kabupaten/kota menanyakan sikapnya atas persoalan ini.
“Perkara yang terjadi saat ini bukan lagi urusan Aceh Singkil semata, ini adalah urusan marwah Aceh sebagai satu kesatuan wilayah dan identitas. Jika hari ini empat pulau bisa dicaplok, besok giliran laut kita, lusa giliran hutan kita, dan akhirnya giliran martabat kita!” tegas Andika.
Ia juga menyampaikan harapannya agar para pembina dan masyarakat Pramuka pesantren turut membantu menyuarakan dukungan.
“Tentang pulau yang disengketakan ini, kami meminta dukungan dan doa dari para pembina di seluruh gudep pesantren, agar polemik ini segera menemukan kejelasan dan empat pulau yang diklaim milik Sumut, mutlak kembali menjadi milik Aceh,” ujar Andika.
Lebih lanjut, ia menyatakan kesiapan untuk kembali menggelar kegiatan Pramuka di Aceh Singkil sebagai bentuk promosi wisata dan penguatan identitas lokal.
“Ini permintaan langsung dari para pembina. Mereka tertarik dengan panorama Kepulauan Banyak. Kami akan berupaya menyanggupi, karena ini tidak hanya ajang kompetisi tetapi juga promosi wisata dan pembelaan kultural,” jelasnya.
Gelombang dukungan terhadap Aceh Singkil diprediksi terus meluas, seiring makin banyaknya kalangan yang menyadari bahwa ini bukan sekadar soal administratif, melainkan menyangkut harga diri dan kedaulatan Aceh sebagai entitas yang sah dalam bingkai NKRI. ()
Tags:
News